Gunung Tandikek, salah satu gunung yang
ada di Sumatera Barat yang menarik untuk dilakukan pendakian. Gunung
Tandikek memang tidak lebih tinggi dan tidak lebih populer dibanding
gunung Singgalang dan Gunung Marapi. Begitu juga dengan track /
jalur pendakian Gunung Tandikek tidak sejelas track pendakian Gunung
Marapi dan Singglang. Oleh karena itu pula tidak terlalu banyak orang
yang mendaki Gunung Tandikek Namun mendaki Gunung Tandikek mempunyai
tantangan dan pesona tersendiri dibanding kedua gunung tersebut. Bahkan
salah seorang warga, anak Pak Lelo (Pak Lelo adalah juru kunci Gunung
Tandikek yang telah meninggal) mengatakan hanya orang-orang tertentu
(orang yang sudah berpengalaman) yang dapat mendaki Gunung Tandikek.
Akses untuk dapat menuju Gunung
Tandikek, jika dari Padang kita dapat menaiki bus atau travel jurusan
Padang – Bukittinggi dengan ongkos berkisar antara 15 – 20 ribu rupiah.
Kemudian turun di Simpang Lubuk Mato Kuciang. Dari simpang Lubuak Mato
Kuciang, kita menuju Desa Singgalang. Untuk menuju Desa Singgalang, kita
dapat menggunakan angkot dengan ongkos tiga ribu rupiah, namun angkot
ini beroperasi hanya pada hari-hari tertentu, yaitu hari Jumat dan hari
Senin. Namun jika pada selain hari itu, kita dapat menggunakan ojek
dengan tarif enam ribu rupiah per orangnya. Ongkos yang cukup murah
mengingat perjalanan dari Simpang Lubuak Mato Kuciang menuju Desa
Singgalang menghabiskan waktu kurang lebih 20 menit dengan track
menanjak dan berliku.
Nah, di desa inilah kita melakukan
registrasi pendakian. Registrasi dipungut biaya tiga ribu rupiah per
orangnya. Melalui registrasi ini nama pendaki akan dicatat. Hal ini
untuk mencegah kemungkinan terburuk jika pendaki hilang atau belum
kembali pada waktu yang ditentukan.
Di desa ini pula terdapat warung-warung
penduduk dimana kita dapat membeli logistik yang masih kurang. Dari desa
ini kita menuju mushola terakhir sebelum melakukan pendakian.
Perjalanan dari Desa Singgalang menuju mushola terakhir membutuhkan
waktu lebih kurang satu jam dengan track menanjak. Tidak perlu cemas
dengan track tanjakkan ini karena tanjakkannya tidak terlalu curam,
selain itu jalannya walaupun belum beraspal namu telah ada kerikil
sehingga tidak terlalu sulit. Di mushola ini kita dapat menginap jika
kemalaman. Dari sejarahnya, mushola ini dibangun dari partisipasi para
pendaki yang menyumbang uang atau barang demi tegaknya mushola ini.
Sebuah konstribusi positif tentunya dari pendaki yang selama ini imejnya
sering dianggap perusak. Di dekat mushola ini pula terdapat rumah Pak
Lelo, yang sekarang ini dihuni oleh anaknya. Kita juga tidak perlu takut
untuk kegiatan memasak dan MCK karena di sini tersedia cukup sumber
air.
Dari mushola, kita dapat melanjutkan
perjalanan. Track berikutnya adalah melalui saluran air atau bandar
hingga kita mencapai sebuah sungai berbatu yang cukup besar dengan lebar
kurang lebih 5 meter. Di sini kita dapat beristirahat sejenak sambil
menikmati suasana sungai berbatu. Di sini pula kita dapat melakukan
aktivitas memasak karena tersedia banyak air.
Sebelum melanjutkan perjalanan, ada baik
nya kita menigisi jug/tempat air mengingat track berikutnya tidak ada
sumber air sebelum kita sampai di sumber air berikutnya dengan jarak
tempuh enam jam perjalanan lagi .
Track berikutnya adalah perjalanan
menajak yang terus menerus tanpa ada ”bonus”/jalan datar. Kemiringan
mencapai empat puluh lima derajat. Di track inilah kekuatan fisik dan
mental benar-benar di uji. Biasanya para pendaki sering melakukan
istirahat sejenak pada track ini guna mengembalikan kekuatan.
Setelah perjuangan yang cukup keras sampailah kita di sumber air. Di sini sering dijadikan area camp
bagi para pendaki karena letaknya yang dekat dengan sumber air. Area
ini mempunyai kontur/bidang yang cukup datar sehingga dapat mendirikan
tenda. Namun di area camp ini kita hanya dapat mendirikan maksimal
hingga tiga tenda mengingat bidangnya datarnya yang tidak terlalu luas.
Sedangkan sumber air berada di sisi kanan. Untuk mencapai sumber air
kita perlu turun ke bawah dengan ketinggian kurang lebih sepuluh meter.
Namun, air yang mengalir di sumber air ini relatif kecil, sehingga
kesabaran kita cukup diuji dengan menungu botol air terisi penuh. Area
ini juga sering dijadikan para pendaki sebagai tempat bermalam. Di sini
juga banyak terdapat ranting dan dahan pohon yang sudah mati yang cocok
untuk dijadikan api unggun.
Dari camp area ini untuk mencapai puncak
diperlukan waktu kurang lebih dua jam perjalan lagi dengan track yang
mempunyai kemiringan kurang lebih empat puluh lima derajat. Setelah
menempuh track tersebut barulah kita sampai di Puncak Gunung Tandikek.
Mencapai puncak gunung merupakan sebuah kenikmatan bagi para pendaki.
Namun kenikmatan tidak sampai di sini saja, kita masih dapat menikmati
kawah Gunung Tandikek yang suara kawahnya membahana seolah-olah
menyambut kedatangan kita. Kawah ini berada kurang lebih lima puluh
meter di bawah puncak. Untuk menuju ke kawah ini kita harus sangat
berhati-hati karena kemiringan mencapai enam puluh derjat, dengan tanah
khas cadas yang rapuh. Setelah lima belas menit perjalanan menurun dari
puncak barulah kita sampai di kawah gunung tandikek. Di sinilah kita
merasakan sebuah kenikmatan baru. Kawah Tandikek berkontur datar
berbentuk sumur, dimana sekeliling kawah ini kita dapat melihat
kawah-kawah kecil dengan diameter 10 – 30 sentimeter yang mengeluarkan
asap belerang. Para pendaki sering juga mengambil belerang yang berwarna
kuning ini untuk kenang-kenangan ataupun untuk obat, yang katanya
berkhasiat untuk memuluskan kulit muka.
Kawah yang datar berbentuk bundar ini
berdiameter kurang lebih lima puluh meter. Masih ada yang menarik dari
kawah ini, yaitu terdapat sebuah gua. Konon, pernah ada orang bule yang
pernah mencoba menelusuri gua ini, namun tidak pernah kembali lagi. Di
gua ini kita dapat beristirahat dan melakukan kegiatan memasak, karena
di kawah ini juga terdapat sumber air.
(1085 pengunjung)